Sabtu, 07 Februari 2009

JEDA….Semoga Bukan yang Terakhir dari Kita...

Kami ada dari tiada. Begitu kami bisa menyebutnya. Karena belum genap setahun juga kami menjadi satu bagian dalam keluarga besar HIMPBROBSI. Rapat Mahasiswa Program (RMP) Maret 2008 lalu yang akhirnya memutuskan JEDA menjadi
bidang tersendiri. Bertanggungjawab pada penerbitan mading adalah kerja utama kami, meski ada beberapa agenda lain yang direncanakan dalam
program kerja yang telah ditetapkan.
Mading. Mendengar kata itu pasti teman-teman juga tahu apa yang sebenarnya kami lakukan selama hampir satu tahun ini. JEDA dulu bernama CLUSTER.
Karena ada beberapa perubahan, nama kami pun berubah. Pun
dengan orang-orang yang bergabung dalam tim mading. Perubahan JEDA menjadi satu bidang tersendiri otomatis memberi dampak perombakan
pada struktur mading karena dulu awak CLUSTER adalah mereka yang juga bergabung dengan bidang lain dalam HMP.
Akhirnya, 4 Maret ‘08 menjadi hari yang cukup bersejarah. Yaitu saat mading terbit untuk pertama kalinya setelah sekian lama vakum di bawah naungan bidang BKM sebelumnya. Selanjutnya, selain bertanggungjawab pada penerbitan mading,
kami juga memberikan tulisan untuk buletin WARNA yang dibidani oleh bidang BKM. Lomba Mading juga sempat masuk dalam daftar program kerja,
tapi belum dapat terlaksana sampai sekarang karena ada beberapa kendala dalam organisasi.
Selanjutnya, sampai sekarang, kami hanya beberapa kali menerbitkan media untuk mahasiswa Bastind. Terhitung dari awal pelantikan sampai akhir kepengurusan ini, kami hanya mampu menerbitkan 7 edisi. Liburan panjang semester ganjil
lalu memang menjadi satu kendala tersendiri bagi kami, tapi tidak
bisa dipungkiri ada kendala lain yang muncul dalam bidang. Kendala
inilah yang membuat tim redaksi mading tidak mampu bekerja
dengan maksimal. Kesolidan pengurus, kesadaran akan kepemilikan HMP yang kurang, khususnya bidang mading, pendanaan yang seret…ya, itu beberapa kendala lain yang kami hadapi dalam kerja kami.
Tapi, inilah organisasi. Di dalamnya ada banyak person yang muncul. Yang datang dan tiba-tiba saja pergi tanpa alasan, membuat kerja tim menjadi kacau dan rancu.
Ada yang begitu bersemangat, tapi ada juga yang perlu dorongan lebih
agar ia mampu menjadi satu unsur yang produktif dalam organisasi. Bukan sekedar ‘numpang nama’ saja. Begitu pula yang terjadi dalam bidang mading ini.
Sebuah kelaziman memang. tapi harus ada yang berani merubah ‘kecacatan’ yang lazim itu untuk perubahan yang lebih baik.
Teman-teman yang akan bergabung dalam HMP tahun depanlah yang akan bertanggungjawab untuk itu.
Jadi, usunglah perubahan itu. Bersemangat…!!!


Tim Jeda…
Dengan Cinta….^_^

Sabtu, 31 Januari 2009

Bulan kedua itu.....

ya,,,
Februari menjelang..bulan kedua itu...teman
Januari telah selesai, berarti satu bulan di 2009 telah terlewatkan...
apa saja yang tertinggal di sana?
sudahkah kita membuat perubahan atas kehidupan kita?
sudahkah kita berjuang untuk lebih baik lagi...
bersemangat saja,,
jangan menyerah karena masih ada 11 bulan ke depan...

untuk tim mading 08-09, mungkin ini adalah saat-saat akhir kepengurusan kita, jadi berilah yang terbaik...

untuk semuanya,,selamat melanjutkan perjuangan HMP kita...

Bersemangat!!!

Sisi Lain*

Dengan membawa sebuah kamera dan tas ransel yang menempel di punggung, saya berjalan mencari suatu berita tentang kehidupan. Hingga saya menemukan sebuah dunia yang dihuni berbagai macam manusia namun dengan kondisi yang hampir sama. Kondisi yang memperlihatkan ketidakberdayaan dan penderitaan. Tanpa saya sadari, saya mendengar tangisan mereka. Dan lambat laun tangisan itu menjadi lirih. Sayup terdengar isak dan hilanglah suara tangisan itu.
Mereka sebenarnya tak berhenti menangis. Derai tangisan tak meluap dalam air mata saja, namun sudut jiwanya lebih keras mendendangkan jerit tangis. Entah berapa lama air mata itu terkuras dalam linangan pahit namun mereka tetap sanggup untuk tersenyum bahkan tertawa dalam erangan kabut pagi.
Siang ini terasa terik ketika sebuah bus kota melaju dengan meninggalkan residu di penggalan napas orang-orang yang berada di sekitarnya. Turun merasup dan menjelajah paru yang terengah-engah. Saya berjalan di sebuah trotoar lurus tanpa penghalang. Kanan kiri ditumbuhi bunga berpot besar. Daunnya terlihat kuyup sayu. Mungkin hijau klorofil telah tertutup pekat udara kota .
Saya berjalan terus dan lurus. Sampai akhirnya saya temukan jalan bercabang sebanyak tiga buah. Lurus, terlihat ramai kendaraan berdesak-desakkan karena mungkin jalan semakin sempit bagi mereka. Kanan, terlihat sebuah pemukiman elit yang mungkin dapat membuat orang-orang biasa seperti saya dapat mengeluarkan air liur dengan sendirinya. Tanpa sebuah niat dan dorongan yang jelas, saya langsung langkahkan kaki menembus jalan ke ujung kiri. Merayap seperti cicak yang baru saja memangsa seekor capung yang masuk dalam rumah.
Di ujung jalan yang saya pilih. Mereka melantunkan nyanyian hati, namun ada juga yang sekedar bernyanyi menirukan irama dari sebuah radio usang. Rumah-rumah berdiri membentuk warna sintetis. Senyum manis, tawa setan, kadang tatapan aneh mendarat ke arah saya. Saya terus melangkah diikuti kepakan mata untuk menjelajah ke tempat sekitar. Inilah sarang mereka. Sarang sebagai tempat berkumpul wajah-wajah lusuh, kusam, seram, dan di antaranya wajah ramah namun penuh amarah kaum kelas bawah.
Letih membuat kaki saya masuk ke sebuah warung. Es teh manis disambut beberapa gorengan cukup untuk mengurangi rasa lelah. Tak berapa lama kemudian, datang dua anak berbaju harapan mendekat ke warung. Harapan kecil yang menghiasi kedua matanya. Hati saya merasa pernah melihat mereka. Ya, itu mereka yang tadi terlihat di salah satu rumah di pinggir jalan kecil yang saya lalui. Sebuah lagu harapan mereka nyanyikan.
Penjual warung menengok sinis. Merogoh saku roknya. Sia-sia tak ditemukan sesuatu di sana . Kemudian membuka laci yang berada di depannya. Dari sana ia mengambil sekeping uang dan diberikan kepada kedua anak itu. Tunduk terima kasih mereka haturkan. Baru saya sadari, mungkin yang diberikan penjual warung tadi belum cukup untuk membayar sebuah kerupuk yang baru saja melumpur di mulut saya.
Terjerit hati ini mengakhiri langkah. Lelah tak tertahan dan sudah saatnya pulang. Saya menuju rumah karena petang sudah membayang. Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan, saya rebahkan tubuh di atas tempat tidur. Letih. Terlelap.
***
Pagi datang. Saya liatkan semangat untuk meneruskan perjalanan ini. Saya sembulkan langkah mulai gang pertama rumah saya. Sebuah bus berhenti karena lambaian tangan saya. Saya naik bus untuk pergi ke tempat kerja untuk menyerahkan hasil reportase dari berbagai macam warna kehidupan. Masih ada cukup waktu karena deadline masih sore nanti.
Di dalam bus, saya memilih duduk di sisi jendela melihat keadaan luar. Saya melihat mereka lagi. Di sini, di sana , dan di mana-mana. Mereka begitu giat menjalani apa yang mereka lakukan, hingga sepagi ini mereka telah menyebar di segala tempat di kota ini. Mereka memendar seperti cahaya mentari yang menebarkan sinarnya ke bumi. Tak terasa waktu mengantarkan ke tempat tujuan. Ramai. Tentunya mereka yang telah membuatnya lebih ramai dari suasana yang sebenarnya. Di perempatan jalan ujung sana mereka tampak berkeliaran. Sudut emper toko, trotoar, bahkan di depan beberapa restoran. Tak jarang pula hanya berputar dengan langkah yang terayun pelan.
Ketika saya hendak masuk ke kantor tempat saya bekerja. Dengan sebelah pandang saya melihat sebagian dari mereka lari terbirit-birit tanpa saya ketahui alasannya. Ya, mereka dengan semampunya mendayagunakan tenaga yang ada untuk berlari sekencang-kencangnya. Sejurus saya langsung menatap secara langsung kemudian mendekat untuk memotret dan mengetahui apa yang sedang terjadi. Raut wajah gelisah dan bingung ketakutan terlihat dari sebagian lainnya yang kekuatan fisiknya tak bisa mengayun langkah secara cepat.
Ternyata semua itu terjadi karena ada segerombolan polisi hendak menangkapnya. Mungkin saja mereka tampak kotor sehingga harus dibersihkan dari kota yang rencananya akan dijadikan kota terbersih. Satu per satu mereka ditangkap, diarak dan dipaksa masuk mobil. Tak sedikit yang berontak sehingga gerombolan berseragam itu harus rela menguras tenaganya untuk menjinakkannya supaya mau masuk ke dalam mobil. Saya tak melihat lagi mereka di sini. Sebagian pergi entah kemana dan sebagian dibawa gerombolan berseragam tadi.
Saya tidak melanjutkan langkah kaki ke dalam kantor. Dengan menyewa tukang ojek, saya mengikuti mobil. Tak berapa lama mobil yang mengangkut mereka berhenti dihalaman kantor polisi. Segera mereka dipaksa untuk masuk ke sebuah ruangan secara bersama-sama, tampak seperti aula namun tampak lebih sempit dengan deretan kursi yang berjejer. Saya mengikuti mereka masuk, namun sebelumnya saya menunjukkan kartu identitas saya sebagai wartawan kepada seseorang yang berseragam coklat di depan pintu. Tampak riuh suara mereka mengisi ruangan tersebut. Ada yang menangis, ada yang mengumpat, namun ada juga yang hanya diam pasrah terhadap nasib yang mempermainkannya.
Saat itulah ada seorang yang berseragam coklat dengan bermacam aksesoris, tampak gagah memasuki ruangan dan segera memberi ceramah walau tampak agak kasar bahasanya..
“Kalian sudah kami peringatkan agar tidak menghuni dan bekerja di tempat-tempat itu, kalian mengganggu fasilitas umum”. Mereka tampak diam dengan ceramah yang kedengarannya sangat membosankan tersebut. Dengan tiba-tiba salah satu dari mereka menanggapi ceramah tersebut.
“Pak apakah kami tak punya hak untuk menggunakan fasilitas umum, kan tadi bapak sendiri yang mengatakan kalau tempat-tempat itu adalah tempat umum”
“Ya, kalian punya hak, tapi perlu kalian ketahui bahwa yang kalian lakukan adalah salah, tidak mematuhi aturan yang berlaku, aturan dibuat untuk dipatuhi bukan untuk dilanggar”
Mereka tampak diam dan tak ada yang berani menanggapi.
“Kalian harus mengubah jalan hidup kalian, bekerjalah dengan wajar, berusahalah dengan upaya yang ada dengan niat yang ikhlas, negara ini semakin terpuruk jika kalian terus saja begini”
Ada diantara mereka yang menanggapi pernyataan tadi,
“Maaf Pak, negara ini akan semakin terpuruk jika yang di atas sana hanya berleyeh-leyeh menikmati singgasana dengan ribuan nafsu bejat, tanpa menghiraukan kami, anak-anak kami dan tentu saja anak-anak bangsa yang telah lama tertindas oleh keadaan serta tak banyak omong tanpa kenyataan seperti juga yang banyak bapak omongkan!”
“Oughh….jadi kamu menantang saya dan semua yang ada di sini?”
“Bukan saya tapi kami”
Serentak mereka menghujamkan pandang ke arah orang yang baru saja berbicara tadi. Tak berapa lama senyum kecil mengembang diantara raut wajah-wajah yang kusut yang berada dalam ruangan itu, kecuali mereka yang berseragam dan termasuk saya sendiri.
“Kalau bapak memang merasa tertantang, maka kami siap dengan segala tantangan walau sebenarnya kami tak sepenuhnya menantang anda, kami bisa merubah nasib kami dalam sekejap”
“Bagaimana cara kalian merubahnya hah…..? dengan mencuri, merampok, korupsi, apa yang mau kalian korupsi, sandal jepit? Ya kalian mau korupsi sandal jepit, bahkan sandal jepit saja kalian tidak punya”.
“Cukup mudah” Seseorang dari mereka berkata. Saya pun heran dengan jawaban dan pernyataan mereka, berani sekali mentalnya.
“Bagaimana cara merubahnya?” Orang berbaju seragam itu dipenuhi berbagai bentuk tanda tanya dalam benak pikirnya.
“Mari kita bertukar baju” jawabnya singkat.

Surakarta , 16 Desember 2007


* Cerpen ditulis oleh Andi Dwi Handoko, Mahasiswa Bastind '06, Kabid BKM HIMPBROBSI.

Minggu, 09 November 2008

IHWAL KATA-KATA FATIS

Hampir semua ahli bahasa belum pernah memperhatikan realitas pemakaian kata-kata kek, deh, dong, toh, sih, nah, ding, dan lho yang berkembang dalam bahasa keseharian. Buktinya, kata-kata itu belum pernah dimasukkan dalam kategori kata. Bisakah kata-kata tersebut digolongkan ke dalam kategori kata tertentu? Kalau bisa, apakah dapat dijelaskan makna dan fungsi dari kata-kata di atas? Apakah dalam naskah terjemahan, kata-kata tersebut dapat dituliskan?

Pertama, perlu dijelaskan dahulu bahwa dalam sejarahnya, kategorisasi atau pengelompokan kata selalu menghasilkan kelas kata yang berbeda-beda. Boleh dikatakan ahli bahasa yang satu mengelompokkan kata secara berbeda dengan ahli bahasa yang lainnya. Dalam linguistik tercatat tidak kurang dari dua puluh ahli bahasa telah berusaha membuat pengelompokkan kata. Namun, hasil pengelompokan ahli yang satu selalu berbeda dengan ahli lainnya. Pengelompokan yang dilakukan pada masa tertentu juga berbeda dengan masa lainnya. Kenyataan ini menegaskan bahwa pada hakikatnya bahasa berubah dan berkembang dinamis sesuai masa dan tahap perkembangannya. Jadi tidak benar jika dikatakan bahwa para ahli bahasa belum pernah memperhatikan pemakaian kata-kata tertentu. Perkembangan pemakaian kata senantiasa diperhatikan, dicermati, dan diteliti dari masa ke masa. Mungkin sekali kata-kata seperti kek, deh, dong, toh, sih, nah, ding, dan lho belum dicermati atau diteliti pada masa perkembangan tata bahasa pedagogis, tata bahasa Melayu, bahkan pada masa tata bahasa standar Indonesia-Malaysia sekalipun. Ketika itu, para ahli bahasa cenderung masih mempelajari dan meneliti bahasa secara tradisional. Dasar rancangan penelitian mereka pun masih tradisional. Sementara kata-kata di atas cenderung muncul dalam konteks pragmatis yang baru mencuat belakangan ini. kata-kata tersebut dapat dikelompokkan dalam kategori fatis. Konsep fatis itu sendiri sebenarnya juga masih relatif baru karena baru muncul pada tahun 1920-an, yakni setelah Malinowski menyampaikan konsep phatic communion.

Kata-kata fatis lazimnya digunakan dalam ragam bahasa lisan yang berciri nonstandar. Tuturan nonstandard kebanyakan terdapat dalam tuturan kedaerahan yang muncul dalam dialek-dialek regional. Oleh karenanya, kata fatis banyak ditemukan di dalam dialek regional dan tuturan kedaerahan. Adapun fungsi utama kata-kata fatis adalah untuk memulai, mengukuhkan, dan memperlancar interaksi. Oleh karena itu, kata-kata fatis itu dianggap komunikatif.

Kata fatis kek berfungsi sebagai pemerinci informasi dan penegas perintah dalam komunikasi, seperti pada kalimat “Yang pergi gue kek, apa elu kek, tidak ada bedanya” dan “Cepetan kek teleponnya, ngomongi apa aja sih!”

Kata fatis deh berfungsi sebagai pemberi tanda persetujuan dan penanda bujukan, seperti pada tuturan “Oke deh kalau kamu memang mau ikut ke Jakarta besok pagi! “ dan “Minum deh obatnya biar lekas sembuh”.

Kata dong berfungsi sebagai penegas maksud tuturan dan penghalus perintah, contohnya pada tuturan “Jelas sekali dong kalau memang begitu!” dan “Bagi-bagi dong duitnya!”

Kata fatis toh berfungsi sebagai penguat maksud tuturan, seperti pada “Saya toh tidak terlibat dalam korupsi uang proyek itu”. Kadangkala kata fatis toh bisa disamakan dengan tetapi atau namun, seperti pada kalimat “Biarpun berkali-kali terjatuh toh petinju itu bangkit dan menrjang lagi”.

Kata fatis sih dapat menegaskan maksud tuturan, seperti pada kalimat “Siapa sih nama cewek yang ketawa-ketawa terus di halaman itu?” Kadangkala, kata fatis sih juga bisa menggantikan kata memang, misalnya pada kalimat “Cantik sih cantik, tetapi angkuhnya itu lho yang tidak ketulungan “.

Kata fatis nah dapat berfungsi sebagai pengalih fokus pembicaraan dalam komunikasi, misalnya “Nah, sekarang kita lihat dulu gambar yang kedua ini!”

Kata fatis ding bisa berfungsi sebagai tanda penyangkalan maksud tuturan, contohnya pada kalimat “Tidak ding, semua itu dilakukan atas perintah penjahat itu”. Kata fatis ding kadangkala digunakan untuk mengoreksi tuturan sebelumnya, misalnya “Tidak ding, yang mengambil uang itu bukan adik tetapi saya”.

Kata fatis lho bisa berfungsi sebagai penanda kekaguman misalnya “Lho, kamu kok sudah gedhe amat!”

Ungkapan fatis sebenarnya banyak ditemukan dalam bahasa keseharian. Dan dalam surat menyurat, kita sering menemukan ungkapan dengan hormat, salam takzim, hormat kami, wassalam, dan lain-lain. Untuk mengakhiri percakapan kita sering menggunakan ungkapan selamat jalan, sampai jumpa, selamat malam, selamat tidur, dan lain-lain. Untuk mengawali percakapan, kita sering mengguanakan ungkapan selamat pagi, selamat siang, selamat jumpa, hallo, apa kabar, dan lain-lain. Semua ungkapan yang berciri fatis itu lazim muncul dalam konteks interaksi atau komunikasi. Kadangkala, ungkapan fatis maknanya tidak cukup jelas, namun fungsinya amat jelas. Ungkapan fatis berciri komunikatif bukan berciri emotif. Cirri komunikatif itulah yang menjadi pembeda ungkapan fatis dengan ungkapan interjektif yang lazimnya berciri emotif.

Selanjutnya, dalam divisi subtitling pada media elektronik, apakah kata-kata fatis seperti sih dan kok pantas dicantumkan dalam terjemahan teks bawah (subtitle)? Dalam penerjemahan ada prinsip yang harus dipenuhi yakni kedekatan hasil terjemahan dengan maksud asli teksnya. Berkaitan dengan hal itu, tentu menjadi tidak benar apabila bentuk aslinya sebuah percakapan, lalu bentuk terjemahannya bukan lagi percakapan. Jika hal itu terjadi, berarti telah terjadi pengingkaran terhadap prinsip penerjenmahan tersebut.

Oleh karena itu, kata-kata dalam kategori fatis yaitu sih, kok, toh, lho, dan lain-lain, harus tetap dituliskan dalam terjemahan teks bawah. Kata fatis semacam itu justru bermanfaat untuk mengawali, memelihara, dan melancarkan komunikasi. Jadi, kata-kata fatis semacam itu tidak boleh diabaikan begitu saja dalam penerjemahan.

DARI REDAKSI...,,,

“Kami adalah sekumpulan orang yang haus kreativitas dan

lapar akan darah perjuangan dalam berkarya. Kami

adalah cicak penulis kreatif di dinding.”

Begitulah seorang teman menyemangati kami untuk terus berkarya

dalam wadah majalah dinding “Jeda”.

Sebuah tempat bagi kami untuk selalu berproses dan

Menumpahkan kreatifitas di sela-sela kesibukan dan padatnya

jadwal kuliah. Dan jika mungkin,

ada setumpuk tugas yang menanti untuk dikerjakan.

Sungguh, sebuah kebahagiaan ketika tulisan kami bisa

Tertempel di sini dan bisa menjadi satu tulisan yang

Bisa memperkaya pengetahuan pembaca

(atau mungkin malah

hanya menjadi penghias dinding semata, terserah anda!!).

Maka, ucap syukur selalu terucap ketika goresan dan coretan

tangan kami bisa terwujud dalam lembaran-lembaran ini…^_^

Masih Bulan Syawal, jadi tidak ada salahnya tim Jeda mengucapkan

…Minal Aidzin Wal Faidzin, Mohon maaf jika selama

bergabung di keluarga besar Himprobsi tim Jeda

yang juga manusia ini melakoni kekhilafan…


Selanjutnya, selamat menikmati menu kita edisi ini!

Semoga tidak bosan dengan karya sederhana dari coretan

tangan-tangan kecil kami….

Peristiwa-peristiwa penting

§ Pada tahun 1901 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen dan ia dimuat dalam Kitab Logat Melayu.

§ Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.

§ Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia. Lahirlah sebuah ikrar bernama “Sumpah Pemuda”.

§ Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.

§ Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.

§ Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

§ Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.

§ Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

§ Pada tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.

§ Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).

§ Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

§ Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Ia diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.

§ Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

§ Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Syarikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.

§ Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut:

    1. Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
    2. Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia

Betapa Kayanya INDONESIA

Mengagumkan sekaligus mencengangkan!! Betapa kaya negeri kita ini. Sayangnya masih banyak rakyat kita yang hidup di bawah garis kemiskinan. Semoga bisa menjadi inspirasi kita semua untuk membangun negeri ini.

v Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau (termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni). Disini ada 3 dari 6 pulau terbesar didunia, yaitu : Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia dgn luas 539.460 km2), Sumatera (473.606 km2) dan Papua (421.981 km2). Indonesia adalah Negara maritim terbesar di dunia dengan perairan seluas 93 ribu km2 dan panjang pantai sekitar 81 ribu km2 atau hampir 25% panjang pantai di dunia.

v Pulau Jawa adalah pulau terpadat di dunia dimana sekitar 60% hampir penduduk Indonesia (sekitar 130 jt jiwa) tinggal di pulau yang luasnya hanya 7% dari seluruh wilayah RI.

v Indonesia merupakan Negara dengan suku bangsa yang terbanyak di dunia. Terdapat lebih dari 740 suku bangsa/etnis, dimana di Papua saja terdapat 270 suku.

v Negara dengan bahasa daerah yang terbanyak, yaitu, 583 bahasa dan dialek dari 67 bahasa induk yang digunakan berbagai suku bangsa di Indonesia. Bahasa nasional adalah bahasa Indonesia walaupun bahasa daerah dengan jumlah pemakai terbanyak di Indonesia adalah bahasa Jawa.

v Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia. Jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia sekitar 216 juta jiwa atau 88% dari penduduk Indonesia. Juga memiliki jumlah masjid terbanyak dan Negara asal jamaah haji terbesar di dunia.

v Monumen Budha (candi) terbesar di dunia adalah Candi Borobudur di Jawa Tengah dengan tinggi 42 meter (10 tingkat) dan panjang relief lebih dari 1 km. Diperkirakan dibuat selama 40 tahun oleh Dinasti Syailendra pada masa kerajaan Mataram Kuno (750-850).

v Tempat ditemukannya manusia purba tertua di dunia, yaitu : Pithecanthropus Erectus” yang diperkirakan berasal dari 1,8 juta tahun yang lalu.

v Republik Indonesia adalah Negara pertama yang lahir sesudah berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945. RI merupakan Negara ke 70 tertua di dunia.

v Tim bulutangkis Indonesia adalah yang terbanyak merebut lambang supremasi bulutangkis pria, Thomas Cup, yaitu sebanyak 13 x (pertama kali th 1958 & terakhir 2002).

v Indonesia menempati peringkat 1 dalam produk pertanian, yaitu : cengkeh (cloves) & pala (nutmeg), serta no.2 dalam karet alam (Natural Rubber) dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil).

v Terumbu Karang (Coral Reef) Indonesia adalah yang terkaya (18% dari total dunia). Indonesia memiliki species ikan hiu terbanyak didunia yaitu 150 species.

v Binatang purba yang masih hidup : Komodo yang hanya terdapat di pulau Komodo, NTT adalah kadal terbesar di dunia. Panjangnya bisa mencapai 3 meter dan beratnya 90 kg.

v Rafflesia Arnoldi yang tumbuh di Sumatera adalah bunga terbesar di dunia. Ketika bunganya mekar, diameternya mencapai 1 meter.

v Tempat ditemukannya ular terpanjang di dunia yaitu, Python Reticulates sepanjang 10 meter di Sulawesi.

Sumber: http://carockroro.multiply.com/journal/item/61/

FAKTA_KEKAYAAN_INDONESIA